5 Maret

MASJID AL FALAH YASMIN VI

PENGAJIAN TANGGAL 5 Maret 2006

PENDALAMAN TENTANG SHALAT KHUSYU’:

SHALAT ADALAH KALIBRASI (Lanjutan)

Oleh : Ustadz Sambo

clip_image001

Sebagai lanjutan pada pembahasan yang lalu, sekarang kita masih melanjutkan pokok bahasan tentang “Pendalaman Shalat Khusyu’”. Pada waktu yang lalu telah kita kaji bahwa jiwa kita, rohani dan jasad kita, merupakan dua unsur yang membentuk manusia. Kalau jasad saja, itu bukan manusia namanya. Demikian pula bila hanya ruh saja, itu pun bukan manusia. Jadi, harus ada gabungan keduanya baru bernama manusia. Sebagaimana telah kita bahasa pada waktu yang lalu bahwa kalau kita ibaratkan, rohani dan jasmani kita itu merupakan suatu alat; alat pertama yang menggerakkan berbagai aktivitas yang ada di muka bumi ini. Semua alat, seperti pesawat, mobil, dll, adalah alat yang kedua; tidak akan bergerak kalau tidak ada manusia yang mengendalikannya. Ada beberapa “kesepakatan” yang kita bahas di sini, yaitu:

1. Semakin canggih suatu alat, pasti makin sulit “mengkalibrasinya”, makin berat, makin lama, dan mesti teliti. Kalau makin tidak canggih, makin sederhana; maka makin sederhana pula servisnya, memperbaikinya. Servis sepeda, misalnya, lebih mudah daripada servis motor. Servis motor lebih sederhana daripada servis mobil. Servis mobil lebih mudah daripada servis pesawat. Servis pesawat ulang-alik jauh lebih sulit daripada servis pesawat biasa. Pesawat yang lebih canggih lagi, servisnya lebih sulit lagi. Makin canggih suatu alat, makin harus lebih teliti, makin harus lebih lama; precisinya, keteliannya makin tinggi.

2. Makin canggih suatu alat, kalau dipakai dengan benar, benar menyetelnya, benar kalibrasinya; maka manfaatnya makin besar. Tetapi sebaliknya, makin canggih suatu alat, kalau salah: servisnya salah, penggunaannya salah, perbaikannya salah; wow …. kehancuran yang ditimbulkannya jauh lebih dahsyat. Mobil rusak, misalnya, mungkin yang “mati” hanya beberapa orang yang ada dalam mobil itu. Tetapi kalau pesawat yang celaka, nyengsol, seperti kasus Mandala Air, korbannya berapa banyak? Pesawat challanger yang meledak, berapa pula kerusakanyang ditimbulkannya? Jadi, makin canggih suatu alat, kalau bagus, makin besar manfaatnya; tetapi kalau salah, nyengsol, servis tidak benar, kerusakannya pun makin besar, makin hebat. Ini baru alat buatan manusia, kerusakannya sudah demikian besarnya, apalagi alat buatan Tuhan. Subhanallah. Jiwa kita, rohani kita, jasad kita, itu adalah alat buatan Tuhan. Mana yang lebih canggih, pesawat ualng-alik atau manusia? Otak manusia yang hanya beberapa gram saja, memorinya lebih dari seluruh komputer yang ada di Indonesia; kecepatan berpikirnya, ya Allah, begitu hebatnya. Tidak main-main. Manusia itu adalah alat super canggih, gabungan dua unsur yang tidak main-main. Makanya manusia itu dikatakan pula sebagai makhluq muta-akhir, makhluk super canggih dibandingkan makhluk-makhluk sebelumnya. Manusia adalah makhluk yang paling akhri diciptakan Allah. Karena ia makhluk yang muta-akhir, maka ia yang super canggih dibandingkan dengan makhluk yang lain.

clip_image002

sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At Tiin : 4).

Manusia itu adalah makhluk yang terbaik penciptaannya. Ahsan itu artinya terbaik: malaikat kalah, jin dan syaitan apalagi. Kita ini adalah makhluk yang terbaik. Makanya semuanya takut kepada manusia. Allah berfirman dalam surat Al Mu’minuun : 12-14:

clip_image003

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.

clip_image004

Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).

clip_image005

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Di dalam ayat itu disebut “nahnu”, hal ini menunjukkan bahwa prosesnya adalah panjang, banyak yang terlibat di situ; termasuk ibu-bapak. Allah tidak ujug-ujug menciptakan manusia: breg! Jadi! Tidak. Melalui proses. Tetapi kalau penciptaan Adam disebut dengan menggunakan kata “Aku”, karena sekaligus. Jadi, manusia itu dahsyat dalam penciptaannya.

Ketika ayat ini dibacakan oleh nabi di antara para sahabat, begitu sampai pada kata “akhoro” pada ayat 12, sebelum ujung ayat itu, “fatabaarakallaahu ahsanul khooliqiin”, nabi berhenti membacanya. Para sahabat langsung bicara “tabaarakallaahu ahsanul khooliqiin”. Kata nabi, “Tulis apa yang kalian baca itu”. Maksudnya apa? Kata nabi, “Itulah ayat berikutnya!”. Jadi, begitu hebat prosesnya, para sahabat spontan berkata seperti ujung ayat itu. Ujung ayat itu adalah kesimpulan proses penciptaan manusia. Makanya pantas saja ia menjadi khalifah di muka bumi, karena ia alat yang super canggih; bukan makhluk yang lainnya. Hal ini diprotes oleh malaikat: “Ya Allah, itu berbahaya, kalau ia nyengsol, akan mengerikan!”. Firman Allah dalam surat Al Baqarah : 30:

clip_image006

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Kasarnya, kata malaikat, “Engkau ciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, akan kacau nanti, karena ia adalah alat super canggih, k
alau nyengsol, kacau semua”. Kata Allah, “Aku lebih tahu. Kacau itu kalau ia nyengsol, kalau betul? Aku lebih tahu”. Oleh karena itu pantaslah makhluk-makhluk yang lain disuruh sujud kepada Adam, sebab ini adalah alat super canggih, makhluk yang muta-akhir. Allah maha tahu, karena ini alat super canggih, manfaatnya sangat besar. Tetapi kalau salah, maka manusia pula yang menghancurkan bumi ini. Allah berfirman dalam surat Ar Ruum : 41:

clip_image007

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Kerusakan bumi ini adalah manusia yang membuat, tidak disebut karena jin yang membuat kerusakan. Tidak ada, “Terjadi kerusakan besar-besaran karena perbuatan jin”. Kerusakan alami itu kecil dibandingkan kerusakan yang timbul oleh karena ulah manusia, seperti Hiroshima dan Nagasaki. Gempa atau badai itu kecil. Tidak tahu bagaimana kerusakan yang timbul 1000 tahun lagi kalau terjadi “perang bintang”. Itu terjadi kalau kalibrasinya salah. Tetapi kalau betul, ia juga yang memakmurkan bumi ini. Makanya Allah maha tahu, karena ia alat super canggih, maka mengkalibrasinya juga kudu bener, kudu teliti; tidak bisa hanya sekedarnya saja, “Allaahu brer… brer ….wush … wush…”. Kacau jadinya. Apakah kita, misalnya, mau kalau mobil kita hanya sekedar begitu saja diperiksanya? Makanya kata Allah bahwa kalibrasi kita itu sehari semalam seharusnya 50 kali, sebab ini bisa berbahaya.

Sebenarnya kalau kita mau jujur, kalibrasi kita itu seharusnya 50 kali. Sebelum kita, umat nabi Muhammad, shalatnya 50 kali. Bayangkan, kalau 50 kali, berarti setiap 25 menit dikalibrasi, karena alat ini berbahaya. Tetapi kalau benar, akan mantap! Ini lima kali saja banyak yang tumbang! Kalau shalat, “Ini imamnya lama amat, apa sih yang dibaca? Kan mau ke kantor!”. Orang seperti ini tidak tahu bahwa semua yang dikerjakan itu adalah betul, siapa yang paling baik kalibrasinya? Ya yang menciptakannya. Mobil, misalnya, yang paling tahu tentang kalibrasinya ya pabriknya. Manusia itu yang paling tahu kalibrasinya adalah Tuhan. Dia mengutus rasul untuk mengajarkan kalibrasi itu. Makanya kata nabi, “Sholluu kamaa ra-aitumunii usholli”. Shalat itu tidak main-main. Kalau tahu seperti itu, negeri kita; tidak mungkin akan shalat sekedarnya saja, “Allaahu brer… brer ….wush … wush…”. Kenapa masih banyak kerusakan? Karena kalupun dikalibrasi, kalibrasinya tidak betul, ballacingnya nggak bener. Makanya pantas saja Allah menyatakan:

clip_image008

Celakalah orang yang shalat (Al Maa’uun: 4).

Alat kalau kalibrasinya salah, jadi berbahaya. Kalau kalibrasinya tidak betul, celaka! “Kalau begitu lebih baik tidak shalat, daripada shalat juga celaka!”. Itu terbalik. “Yang shalat saja celaka, apalagi tidak shalat! Lebih celaka lagi!”. Kalau shalat celakanya sekali, kalau tidak shalat “celaka dua belas”. Ini dikasih alat super canggih, dikasih alat untuk menyetelnya, tidak mau! Makanya kalau kita sudah tahu, maka shalat itu tidak akan main-main. Pantas saja 23 tahun sahabat digembleng, dengan begitu dunia ini takluk. Makanya kita pun harus seperti itu, shalat itu power yang sangat besar, tidak main-main. Mau bulu tangkis saja, misalnya, ada pelatihnya, untuk menjadi ahli seni musik saja perlu pelatih, untuk menjadi ahli bengkel perlu pelatih atau pembimbing; masa’ mau menjadi ahli shalat tidak ada pelatihnya?! Kalaupun ikut training, inginnya cari yang gratis saja. Padahal untuk yang lain-lain berani membayar, ini untuk shalat inginnya gratis! Mau jadi ahli surga tidak pakai pelatih? Apakah mungkin? Kalau untuk dunia masih mungkin, karena boleh coba-coba; tetapi akhirat tidak bisa dicoba-coba. Buat anak saja tidak boleh coba-coba koq ini akhirat mau coba-coba. Belajar tentang akhirat itu tidak bisa otodidak. Jadi, kalau kita mengetahui hal ini, ngeri shalat itu kalau dilakukan dengan main-main.

Kita diberi oleh Allah alat untuk mengkalibrasi. Alat itu bisa memberi kekuatan, tetapi kita tidak mau memakai alat itu. Padahal dari alat itu yang mempunyai banyak masalah bisa terselesaikan masalahnya, yang lemah menjadi kuat, yang sedih bisa menjadi gembira, yang sakit bisa sembuh, yang stress bisa tenang, dsb; banyak sekali manfaatnya, tetapi kita tidak mau menggunakannya. Kita tidak mau membangkitkan power itu: empowering of shalat. Shalat itu bisa menjadi kekuatan. Kenapa sekarang kita lemah? Karena titik-titik simpulnya tidak dibuka. Makanya mesti dibuka. Siapa yang membuka? Tuhan mengajarkan kepada rasul, rasul mengajarkan kepada para sahabat, dst, sampailah kepada kita. Makanya kata nabi, “Sholluu kamaa ra-aitumunii usholli”. Kalimat ini bukan tanpa makna. Kalau secara fiqih sih asal dipenuhi syarat-rukunnya selesai! Tetapi secara jiwa harus disempurnakan, bukan sekedar gerakan saja, tetapi maknanya, lamanya, khusyu’nya. Kalau orang mengetahui semua manfaatnya, maka pantas saja, “Hayya ‘alash shalaata hayya ‘alal falaah”. Tidak akan ada cerita, “Saya nanti terlambat kerja kalau shalatnya lama”. Biarkan terlambat kerja, karena ini kalibrasi, biar bagus nanti kantornya. Kalau semua seperti ini, maka kehidupan akan menjadi mudah. Demikian pula rumah tangga, suami kalau benar kalibrasinya, isteri akan puas. Dan sebaliknya kalau isteri benar kalibrasinya, suami akan puas. Kalau salah satu nyengsol, maka keluarga akan kacau. Makanya kalau kita mengetahui tentang hal ini, maka kita tidak akan main-main dalam shalat.

Shalat itu adalah Allah yang langsung membimbingnya, langsung “turun tangan”, tidak cukup dengan Jibril yang menyampaikannya. Untuk shalat ini Nabi harus “naik-turun” langsung kepada Allah, Allah “turun tangan” langsung. Karena manusia ini adalah ciptaan Allah, maka yang paling tahu bagaimana cara menyetel ulangnya, perbaikannya, menservisnya, adalah Allah. Kata Allah, “Shalatlah 50 kali dalam sehari”. Nabi memohon, “Ya Allah, umatku tidak mampu”. Tadinya nabi mau diperintah shalat 50 kali sehari, namun pada saat turun, beliau bertemu Nabi Musa AS, “Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Umatku saja dari 50 kali sehari menjadi tinggal satu kali seminggu”. Bani Israil itu disuruh shalat 50 kali sehari, tetapi hanya dilaksanakan satu kali dalam seminggu. Kata Allah, “Empat puluh lima!”. Teruuusss…. Nabi naik-turun untuk memohon pengurangannya hingga menjadi lima kali dalam sehari. Itu pun kata Allah, “Karena rahmat-Ku, walaupun lima kali, mendapat powernya sama dengan shalat 50 kali”. Sekarang ini shalat lima kali saja banyak yang mengkortingnya, terutama korting tentang waktu. Apakah kita mau kalau servis mobil dikorting? Asal-asalan saja? Pasti tidak mau. Shalat pun demikian, jangan dikorting, ya lima belas menitlah minimalnya; 10 kali bacaan-bacaannya. Ini minimal; kalau bisa 25 menit lebih baik. Kenapa? Karena ada logikanya, satu hari 24 jam, satu kebaikan, kata Allah, akan dibalas dengan nilai 10:

clip_image009

Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu. (An Naml : 89).

Kalau 24 jam dibagi 10 menjadi 2,4 jam atau sekitar 25 menit setiap waktu shalat. Sekitar itulah kita shalat dalam sehari. Buatlah 15 menit wajibnya dan yang 10 menit shalat sunatnya. Dengan begitu baru benar kalibrasinya. Malah kalau nabi, waktu sebanyak itu kurang, ditambah dengan shalat malam. Nabi itu kalau shalat malam lama sekali. Oleh karena itu pantas begitu besar powernya, karena kalibrasinya tinggi, bisa menghasilkan generasi yang pilihan. Pantas nabi mengatakan, “Kalau anak sudah tahu tangan kanan dan kiri, ajaklah ia shalat. Umur 7 tahun, perintahkan ia shalat. Kalau umur 10 tahun tidak shalat, pukul ia agar shalat”. Kalau sekarang paradigma kebanyakan orang tentang shalat adalah shalat itu wajib, shalat itu wajib! Kalau tidak shalat? Masuk neraka! Neraka itu bisa dimaknai dua: neraka dunia dan neraka akhirat. Pantaslah kata nabi, “Orang yang shalatnya betul, pasti amalan yang lainnya beres. Tetapi kalau shalatnya rusak, rusaklah semua amalan yang lainnya”. Bangsa ini rusak, maka cara memperbaikinya adalah dengan shalat yang benar. marilah kita shalat dengan baik dan benar. Oleh karenanya perlu pelatihan. Padahal mau ke neraka saja kita perlu membayar, masa’ ingin menjadi ahli surga tidak mau membayar?! Ke night club, misalnya, membayar mahal, tetapi ingin masuk surga gratis! Masuk WC yang tempatnya bau’ saja bayar, masa’ “Ustadz, saya tidak mampu bayar Rp. 200 ribu”. Ya, boleh bayar separohnya, dengan catatan: khusyu’nya juga separoh. Kalau kita mengetahui seperti ini, maka shalat tidak akan pernah main-main.

Shalat dengan baik dan benar itu adalah proses, perlu belajar, ada tahapan-tahapannya. Belajar ruku’ yang benar, nikmati maknyanya. Sujud yang benar, sulit diceritakan nikmatnya, rasakan saja sendiri. Tetapi target shalat khusyu’ itu bukan lamanya, tetapi khusyu’ dan nikmat itu nyang menjadi target shalat. Lama itu adalah konsekuensi logis dari shalat khusyu’. Bukan yang penting lamanya. Khusyu’ dan nikmat itu pasti lama, tetapi lama itu belum tentu khusyu’. Namun jangan pula dibalik, kalau lama belum tentu khusyu’, berarti yang penting khusyu’ meskipun sebentar! Mestinya: lama saja belum tentu khusyu’, apalagi sebentar! Kita itu kan suka membanding-bandingkan seperti itu. Pembandingan itu sering kali tidak betul. Bandingkan: lama khusyu dan sebentar khusyu, mana yang lebih bagus? Sebentar tidak khusyu’ dengan lama tidak khusyu’, mana yang lebih bagus? Kalau lama, paling tidak kesehatannya lebih baik daripada yang begitu-begitu saja (sebentar).

Telah kita bahas bahwa gerakan shalat itu mempunyai makna, manfaat: sujud, ruku’, duduk di antara dua sujud dengan ujung kaki “direnggangkan”, duduk akhir, dst; itu akan meluruskan otot dan memperlancar aliran darah. Kalau mengetahui seperti ini, orang kafir akan banyak yang masuk Islam.

Persoalan berikutnya adalah bagaimana cara membangkitkan shalat khusyu’ dan nikmat? Tahapan apa yang harus kita lakukan? Ada empat modal untuk shalat khusyu’ dan nikmat, yaitu: (1) iman yang ikhlas, (2) berhenti berbuat dosa besar, (3) belajar, dan (4) menyiapkan waktu. Mulai sekarang, marilah perbagus gerakan shalat dengan tuma’ninahnya. Sekarang mulai latihan. Bagi yang belum bagus, belajar. Suami-isteri perlu latihan. Kalau masih kurang, dilatih: bagaimana ruku’ yang benar, duduk di antara dua sujud yang benar. Banyak yang masih salah posisi duduk di antara dua sujud ini, apalagi duduk akhir. Jadi perlu latihan. “Ustadz, koq susah amat sih?!”. Memang pertamanya susah, tetapi lama-lama insya Allah, menjadi mudah. Sudah dibahas bahwa makin canggih itu makin susah servisnya. Makanya pantas dikatakan:

clip_image010

Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`, (Al Baqarah : 45).

Shalat yang benar itu memang susah, kecuali orang yang benar-benar ingin khusyu’. Insya Allah nanti akan terasa nikmatnya. Jadi, sekarang latihan saja dulu, benarkan dulu gerakannya, nanti akan terasa powernya. Yang suka ngantuk-ngantuk, perlama shalatnya, nanti relatif lebih segar. Yang pegal-pegal, sulit tidur; shalatlah yang lama, maka akan segar. Di kantor terlalu banyak duduk, usahakan shalat khusyu’. Bereskan dulu gerakannya, minimal bacaannya 10 kali. Insya Allah 15 menit waktu untuk shalat. Bacaannya harus tartil, berhenti sejenak antara bacaan yang satu dengan bacaan berikutnya. Awalnya mungkin tidak terasa, tetapi lama-lama akan meresap. Mulai sekarang, gerakannya dulu dibetulkan, jangan nyengsol lagi, agar bisa memberi manfaat yang maksimal. Ini adalah khusyu’ dari segi gerakan. Selanjutnya akan kita bahas nanti khusyu’ dari segi makna bacaannya.

2 responses to this post.

  1. artikelnya bagus

    Balas

  2. kapan2 saya ke sini lagi

    Balas

Tinggalkan Balasan ke adminids blog Batalkan balasan